Jumat, 22 Mei 2015

MAKALAH SKI - KARAKTERISTIK ANAK USIA SD / MI

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD/MI dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD/MI, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah dan guru seyogiyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa seperti Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis, Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman, Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan, Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri, Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri.Dengan memahami Karakteristik anak usia MI tentunya juga terdapat implikasinya terhadap pembelajaran .Didalam pembahasan akan diuraikan berbagai bentuk karakteristik peserta didik di MI dan implikasinya terhadap   pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ( SKI )
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian karakter dan karakteristik?
2.      Bagaimana bentuk-bentuk karakteristik anak usia SD/MI?
3.      Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi karakteristik?
4.      Bagaimana implikasi karakteristik siswa terhadap Pembelajaran SKI ?

C.     Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui pengertian karakter dan karakteristik
2.      Mengetahui bentuk-bentuk karakteristik anak usia SD/MI
3.      Mengetahui Factor-faktor yang mempengaruhi karakteristik
4.      Mengetahui implikasi karakteristik siswa terhadap Pembelajaran SKI














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian karakter dan karakteristik
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Karakter adalah sifat pribadi yang relative stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi .[1]Sedangkan karakteristik  diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu.
Dalam kamus lengkap psikologi karya Chaplin, dijelaskan bahwa karakteristik merupakan sinonim dari kata karakter, watak, dan sifat yang memiliki pengertian di antaranya:
1.   Suatu kualitas atau sifat yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi, suatu objek, suatu kejadian.
2.    Intergrasi atau sintese dari sifat-sifat individual dalam bentuk suatu untas atau kesatuan.
3.    Kepribadian seeorang, dipertimbangkan dari titik pandangan etis atau moral.[2]
Jadi  di antara pengertian-pengertian di atas sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Chaplin, dapat disimpulkan bahwa karakteristik itu adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek.
B.     Bentuk-bentuk Karakteristik anak usia MI
·         Karakteristik usia anak MI secara umum
Piaget memandang, bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuan dan pemahamannya mengenai realitas. Anak yang lebih berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh melalui pengalaman. Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang berdasarkan priode-priode yang terus bertambah kompleks. Menurut tahapan piaget, setiap individu akan melalui serangkaian perubahan kualitatif. Perubahan ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Perkembangan kognisi atau intelektual anak berjalan secara gradual, bertahap dan berkelanjutan seiring bertambahnya umur. Walaupun dalam perkembangan kognisi pada usia-usia tertentu memiliki pola umum, tetap ada peluang bahwa sebagian anak menunjukkan perkembangan lebih awal dari pola umum tersebut. Rata-rata umumnya perkembangan kognisi anak usia MI berkisar antara 6-13 tahun mulai dari kelas satu sampai kelas enam . Masa ini diidentifikasi oleh piaget sebagai period ke-3 dari empat periode schemata kognisi. Keempat priode tersebut adalah:
  Periode sensorimotor (usia 0-2 tahun)
  Periode praoperasional (usia 2-7 tahun)
  Periode operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
  Periode operasional formal (usia 11 tahun smpai dewasa)
Periode inilah yang dekat dan identik dengan usia MI. Pada usia ini siswa mampu menggunakan logika yang memadai. Kemampuan logika yang mereka kuasai berupa pemikiran operasional konkrit, yang meliputi:
            Pengurutan
            Klasifikasi
            Decentering (pelebaran perspektif)
            Reversibility (mengembalikan bentuk semula)
            Konservasi
Masa sekolah tingkat SD/MI bisa dibagi menjadi dua fase, yaitu:
·         Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah sekitar enam tahun sampai dengan usia sekitar delapan tahun.
·         Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu kira-kira sembilan sampai kira-kira usia dua belas.
Pada masing-masing fase tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing. Masa-masa kelas rendah siswa memiliki sifat-sifat khas sebagai berikut:
v  Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
v  Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
v  Ada kecenderungan memuji diri sendiri dan masih ada sifat egosentris.
v  Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain untuk untuk meremehkan anak lain.
v  Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
v  Pada masa ini anak menghendaki nilai dan angka rapor yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
v  Kemampuan mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan.
v  Hal-hal yang bersifat konkrit lebih mudah dipahami daripada yang abstrak.
v  Kehidupan adalah bermain.
karakteristik afektif umum anak pada fase kelas tinggi, dari kelas tiga sampai kelas enam di sekolah dasar yaitu:
v  Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
v  Amat realistic, ingin tahu dan ingin belajar.
v  Ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.
v  Anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya.
v  Pada masa ini anak memandang nilai, terutama angka rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya.
v  Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya.
v  Peran manusia idola sangat penting.[3]
Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik sebagai berikut:
1.    Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
2.    Senang bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3.    Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.  Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4.    Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentukkonsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
C.    Karakteristik Belajar Anak usia MI
·         Bentuk dasar belajar
Pembentukan pola – pola dasar belajar terjadi pada proses pembelajaran anak – anak MI / sekolah dasar .Seperti halnya belajar yang merupakan suatu proses memperoleh perilaku secara keseluruhan .Proses perubahan itu menyangkut pola dasar yang meliputi : Generalisasi ,Diskriminasi ,pembentukan dan Penghapusan .Keempat bentuk dasar tersebut sebenarnya telah diperoleh sebelum anak masuk ke sekolah dasar akan tetapi hal itu diperkuat lagi setelah anak memasuki sekolah dasar .Dengan demikian maka proses pembelajaran di Sekolah dasar seyogyanya mampu memberikan dasar – dasar tersebutsebagai landasan bagi proses belajar selanjutnya .
·         Dari Konkret ke Abstrak
·         Dari keseluruhan ke bagian- bagian
·         Dari Sederhana ke kompleks
·         Lingkungan yang makin meluas
·         Belajar dan Bermain
·         Kelompok Sebaya
·         Penguasaan keterampilan dasar
·         Perkembangan Pembelajaran[4]


D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Belajar Usia MI
1.         Faktor Internal
Factor internal ini dipengaruhi oleh unsur kognitif dan fisiologis otak. Kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Asfek kognitif merupakan sisi internal yang bertanggungjawab atas proses pembelajaran. Dengan kemampuan kognitif ini anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia
Faktor internal lain dari dalam diri siswa digambarkan oleh Teori Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan penelitian yang disebutnya suggestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar. Teori yang akhirnya dikembangkan oleh DePorter ini menunjukkan bahwa siswa punya modal tinggi untuk mempelajari banyak hal dengan mengandalkan apa yang ada di antara telinga kanan dan kiri, yaitu otak. Teori ini juga mengidentifikasi kecenderungan belajar siswa yang berbeda-beda. Perbedaan kecenderungan gaya belajar itu antara lain:
a.       Kinestetik/somatik : Belajar dengan bergerak dan berbuat
b.      Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar
c.       Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan
d.      VAK : Gabungan dari ketiga gaya belajar di atas.

2.      Faktor Eksternal
Factor external ini bisa berupa stimuli dari luar dirinya. “Menurut Bandura, anak usia tingkat MI cenderung belajar dengan cara modeling, yaitu mencontoh perilaku orang lain. Melalui interaksi social anak dapat belajar melalui pengamatan (observation learning).”Maka teori ini dikenal dengan nama Operant Conditioning
Ada empat elemen penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu:
v  Atensi
v  Retensi
v  Reproduksi
v  Motivasi


E.     Implikasi Karakteristik anak usia MI terhadap Pembelajaran SKI
Karakteristik peserta didik tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang dilihat dari berbagai teori berimplikasi pada proses pembelajaran secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan oleh gagasan bahwa peserta didik tidak hanya dianggap belajar dari dorongan internal dan kognitifnya saja tapi juga dari faktor ekternal sosial yang ada di sekelilingnya.


a.      Implikasi terhadap perubahan paradigm pembelajaran

Mengingat bahwa peserta didik adalah subyek pembelajar utama dalam kelas, maka perlu juga dilakukan perubahan paradigma pembelajaran dari teacher centered menjadi learner centered. Berikut ini adalah daftar perbedaan pembelajaran dengan dua paradigma yang berbeda:
Adapun implikasi karakteristik anak usia MI terhadap Pembelajaran SKI yaitu sebagai berikut :
1.      Orientasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan sekedar pada hasilnya. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam lebih dipusatkan pada proses berfikir atau proses mental. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.

2.      Pembimbingan peserta didik dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan dapat dilaksanakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menampilkan perannya dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak di dorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

3.      Pemakluman akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan diperlukan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melalui urutan perkembangan yang sama. Namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

4.      Implikasi teori Vigotsky terhadap pembimbingan (scaffolding)peserta didik dalam belajar Sejarah Kebudayaan Islam adalah bahwatugas guru adalah menyediakan dan mengatur lingkungan belajarbagi siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan, serta memberikan dukungan yang dinamis, sedemikian sehingga setiap siswa berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan proksimal masing-masing.

5.      Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.

6.      Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan siswa baik itu yang menyangkut pikiran atau tindakan.

7.      Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain. Peserta didik bisa belajar bekerja sama dengan yang lainnya untuk menyelesaikan tugas terstruktur atau tidak.

8.      Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya. Peserta didik tidak dianggap sebagai tabularasa melainkan individu yang kaya dengan pengetahuan yang diperolehnya lewat pengalaman.

BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Karakteristik umum anak MI  adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/melakukan secara langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa untuk bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
Karakteristik peserta didik beserta dengan keseragaman dan keragaman baik ditinjau dari sisi psikologi, sosial, dan neurofisik menuntut adanya pola baru dalam pembelajaran. Tuntutan itu mulai dari perubahan paradigma pendidikan dari teacher centered ke learner centered, yaitu penempatan peserta didik sebagai pusat orbit pembelajaran.Oleh karena itu, guru yang harus proaktif dan kreatif menyesuaikan diri dengan anak didiknya. Perubahan paradigma ini tidak mengurangi peran guru dalam pembelajaran. Bahkan peran guru bisa bertambah besar tanpa mengurangi aktivitas peserta didik di kelas. Guru tidak lagi hanya menyampaikan materi beserta maknanya kepada peserta didik tetapi dia meminta peserta didik untuk terlibat aktif menentukan makna dari yang mereka pelajari sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional, dan sosial mereka.
Di samping itu, karakteristik peserta didik yang begitu beragam dan berkembang menuntut adalah model pembelajaran yang bisa menfasilitasi mereka mengembangkankan pengetahuan dan kepribadiannya. Banyak model-model pembelajaran yang dikembangkan akhir-akhir ini berdasarkan disiplin ilmu-ilmu terrtentu. Untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di tingkat Madrasah Ibtidaiyah, model pembelajaran yang tepat digunakan saat ini adalah Contextual Teaching & Learning karena model ini bersifat holistik. Artinya, model ini melihat peserta didik tidak hanya dari sisi psikologi tetapi juga sosial dan neurofisik. Model ini juga mensyaratkan adanya pembelajaran yang integral, menyatukan pengalaman belajar di kelas dengan pengalaman sehari-hari peserta didik.

B. SARAN
Dengan mengetahui dan memahami karakteristik baik dari segi gaya belajar serta kebutuhan belajar peserta didik khususnya anak usia MI ,hendaknya guru bisa memilih dan memilah dalam menentukan strategi ,metode maupun model pembelajaran yang tepat agar proses belajar mengajar menjadi efektif dan efesien serta menyenangkan bagi siswa,khususnya dalam mata pelajaran SKI di MI ,karena setiap karakteristik individu maupun peserta didik berpengaruh sangat besar terhadap tercapainya tujuan suatu pembelajaran .


















DAFTAR PUSTAKA

Surya,M.dkk.1997.Kapita Selekta Pendidikan SD.Jakarta : Universitas Terbuka
Prayitno dan Manullang,Belferik,2011.Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa.Jakarta :  PT.Grasindo
http://adinnagrak.blogspot.com/2013/09/makalah-karakteristik-anak-sd-kelas.html
http :// missoul.mywapblog.com/karakteristik-anak-mi.xhtml





[1] Prayitno dan Belferik Manullang,Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa,( Jakarta :  PT.Grasindo ,2011)hlm.47
[2] http :// missoul.mywapblog.com/karakteristik-anak-mi.xhtml
[3] http ://adinnagrak.blogspot.com/2013/09/makalah-karakteristik-anak-sd-kelas.html
[4] M.Surya,dkk,Kapita Selekta Pendidikan SD,( Jakarta : Universitas Terbuka,1997) hlm.8.16-8.22